Langsung ke konten utama

Kampung Atas Laut

Beberapa bulan yang lalu, aku bersama teman-teman XI IPS mengadakan studi lapangan ke sebuah perkampungan yang cukup unik. Perkampungan yang tidak biasa. Sesuai judul post ku, Kampung Atas Laut. Yup, perkampungan tersebut benar-benar berada di atas laut bukan di darat seperti kampung-kampung pada umumnya. Perkampungan tersebut bernama Perkampungan Suku Bajo. Kampung tersebut berada di Desa Torosiaje, Kec. Popayato, Pohuwato, Gorontalo. Karena keunikannya itu, kami memilih tempat tersebut untuk melakukan beberapa observasi sambil mengusir rasa penasaran kami tentang kampung yang tidak biasa ini.

Menuju kampung Bajo belakangnya banyak tumbuhan mangrove


Penduduk yang tinggal di atas laut pastilah memiliki pola hidup yang berbeda dengan penduduk yang tinggal di daratan. Sehingga kami pun penasaran tentang bagaimana pola hidup penduduk Suku Bajo tersebut. Kami penasaran tentang sejarahnya, bagaimana sampai bisa penduduk tersebut lebih memilih tinggal di atas lautan lepas ketimbang di darat. Dan akhirnya setelah mengajukan proposal kepada pihak sekolah untuk keberangkatan kami ke kampung atas laut tersebut, kami bisa berangkat ke Perkampungan Suku Bajo dengan meminjam bis sekolah dan satu buah mobil pribadi milik ayahnya Yoe.

Sekitar jam 6 pagi, kami sudah siap dengan semua barang bawaan masing-masing dan tentunya keperluan lainnya. Kami berencana untuk menginap semalam di Kampung Suku Bajo tersebut, karena faktor perjalananya yang jauh dan memakan waktu hampir 7 jam untuk sampai kesana. Setelah breafing dan mendengarkan pidato pengantar kepergian kami dari kepala sekolah, kami pun berangkat dengan lega. Habisnya ya, buat ngajuin proposal terus menyesuaikan jadwal keberangkatan kami dengan jadwal sekolah tuh susah banget! Pasti saja ada kendalanya. Tapi akkhirnya, kami bisa berangkat juga.

Bukit-bukit dan hutan menjadi pemandangan selama perjalanan kami. Dan jalan utama di Gorontalo yang berkelok-kelok cukup membuat kepala kami berputar-putar dan perut rasanya diaduk-aduk. Tapi tak lama kemudian kami pun menghibur diri dengan bernyanyi bersama selama perjalanan. Niatnya agar tidak bosan dan tidak merasakan mabok perjalanan. Pokoknya jalannya itu ya, udah kaya ular. Belum lama belok kiri terus udah belok kanan lagi, eh terus belok kiri lagi. Mantap!

Tapi rasa lelah selama perjalanan pun terobati ketika kami sampai di pintu gerbang Perkampungan Suku Bajo. Untuk bisa sampai di kampungnya, kami harus menyewa perahu dan bayar Rp 3000/org. Dan sesampainya di Kampung Suku Bajonya, kami semua berdecak kagum. Pemandangan di sana SUNGGUH SANGAT SANGAT INDAH DAN MENAKJUBKAN!!. Semua bangunan rumah, tempat makan, masjid, sekolah, poliklinik, terbuat dari kayu besi. Dan jalanannya pun berupa koridor-koridor yang disusun terbuat dari kayu.

Yang tidak kalah menakjubkannya lagi, air laut di bawah bagunan-bangunan rumah tersebut begitu jernih dan cukup dangkal. Sehingga kami bisa melihat beberapa biota laut. Seperti bintang laut, bulu babi, terumbu karang, rumput laut, dan beberapa ikan hias seperti ikan badut atau Nemo. Akupun mencoba untuk memegang bulu babi yang tubuhnya penuh duri itu, dan rasanya menggelikan! Seperti memegang durian yang berjalan-jalan di atas telapak tangan. Haha. Kemudian aku pun memegang bintang laut, dan langsung terbayang bahwa aku memegang Patrick Star di film Spongebob Squerpants. Hehe.

Penduduk Suku Bajo pun sangat ramah atas kedatangan kami. Dan dengan senang hati menjawab beberapa pertanyaan kami mengenai kampung unik tersebut. Hampir semua penduduknya berpancaharian sebagai nelayan ikan laut (ya iyalah, tinggalnya aja di laut! Hehe), yang kemudian ikannya dibawa ke daratan untuk dijual. Penduduknya pun lancar berbahasa Indonesia sehingga kami tidak kesulitan untuk berkomunikasi dengan mereka. Namun ketika mereka saling berbicara dengan sesama sukunya, tidak ada satu kata pun yang kami mengerti dari pembicaraan tersebut. Dan hal itu sangat menarik. Penduduk kampung Bajo ini terdiri dari campuran beberapa suku dan etnis. Ada suku Jawa, Sunda, Dayak, Gorontalo dan pastinya yang mendominasi adalah suku Bajo nya sendiri.

Well, I love beach very much ^^

Oiya, kalau ke tempat yang unik dan jarang banget kita datengin, pasti ga kelewat untuk foto-foto dan narsis depan kamrera dong ^^. Jadilah dibawah ini adalah galery foto tentang Perkampungan Suku Bajo, Torosiaje.


Persiapan sebelum berangkat

Mengusir bosan, abis nyanyi langsung foto ^^

Pemandangan selama perjalanan


Gerbang untuk sampai di Perkampungan Suku Bajo


Breafing pertama di penginapan


Anak-anak Suku Bajo dengan riangnya berenang. Padahal di dasarnya ada bulu babi loh..

Terumbu karangnya keliatan jelas banget kan?! :D

Pertama kali pegang bulu babi :3

Sekolahnya di atas laut! Keren!!

Narsisnya kambuh! (iyalah.. ada objek bagus!) :D
Pertama kali pegang bintang laut ^^

With saudara asuh ku, Alifa ^^

I Love beach very much!

Ini nih, partner kerjaku di OSIS ^^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Buat Daftar Gambar/Tabel/Bagan Otomatis

Sebenernya memang sudah banyak yang tahu soal bagaimana buat daftar isi, daftar tabel, daftar gambar secara otomatis di file Microsoft Word. Tapi, gue ingin sharing saja dan siapa tahu bermnafaat. Biasanya per-daftar isi-an secara otomatis ini dipake buat di penulisan ilmiah seperti makalah, karya tulis, maupun skripsi. Karena biasanya tugas-tugas ngetik itulah yang banyak gambarnya, tabel, dan bagan. Tapi tidak menutup kemungkinan, daftar isi otomatis ini dipake dalam proses ketik file apapun. Jadi kita langsung ke step by step nya ya.

Fasilitas Gratis untuk Mahasiswa Multikampus

Udara pagi yang dingin menyelimuti Kota Bandung, khususnya di lingkungan kampus yang terkenal dengan lambang gajahnya itu. Terlihat beberapa mahasiswa merekatkan jaketnya, mengusir dingin, sedang duduk-duduk di depan gerbang utama Institut Teknologi Bandung (ITB). Waktu menunjukkan masih pukul 06.00, akan tetapi gerbang utama tersebut sudah cukup ramai oleh mahasiswa dengan bawaan barang masing-masing. Ada yang hanya membawa ransel ringan, dan ada yang terlihat membawa ransel yang cukup berat, di sampingnya ada yang hanya memangku ransel sambil memainkan smartphone. Walaupun sibuk masing-masing, mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu menunggu.

14 Tahun Medali Perak di Tangan (Alifa Rahmania Amanuloh)

Aku pernah punya cita-cita untuk jadi reporter. Maka aku pun sengaja join ekskul jurnalistik di sekolah. Seneng banget waktu ketua ngasih tugas buat wawancara pemenang medali perak bidang ekonomi di Olimpiade Sains Nasional 2013. Jadilah aku buat janji sama Alifa Rahmania Amanuloh sang peraih medali perak tersebut untuk wawancara atas nama Ath-Thullab (nama klub jurnalistik sekolah). Walaupun bisa dibilang umurnya masih cukup muda, yaitu 14 tahun tapi gadis berasal Manado ini memiliki otak yang kinclong untuk soal tentang perekonomian. Keren kan?!!. Dan kebetulan Alifa adalah teman sekelasku dan saudara asuhku. Jadi gampang deh buat bikin jadwal wawancara sama dia. Kira-kira beginilah hasil wawancaranya. Alifa waktu baru turun dari pesawat di bandara Jalaludin, Gorontalo