Langsung ke konten utama

Fasilitas Gratis untuk Mahasiswa Multikampus




Udara pagi yang dingin menyelimuti Kota Bandung, khususnya di lingkungan kampus yang terkenal dengan lambang gajahnya itu. Terlihat beberapa mahasiswa merekatkan jaketnya, mengusir dingin, sedang duduk-duduk di depan gerbang utama Institut Teknologi Bandung (ITB). Waktu menunjukkan masih pukul 06.00, akan tetapi gerbang utama tersebut sudah cukup ramai oleh mahasiswa dengan bawaan barang masing-masing. Ada yang hanya membawa ransel ringan, dan ada yang terlihat membawa ransel yang cukup berat, di sampingnya ada yang hanya memangku ransel sambil memainkan smartphone. Walaupun sibuk masing-masing, mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu menunggu.


Kurang dari sepuluh menit, sebuah bus berukuran kecil datang dan berhenti  di depan gerbang utama ITB. Semua mahasiswa yang sedang duduk tadi dengan sigap berdiri kemudian membentuk antrean untuk masuk ke dalam bus dengan tertib. Sopir bus pun dengan teliti menghitung setiap mahasiswa yang naik sampai hitungan ke-30 dari kursi sopirnya. Mahasiswa yang mendapat antrean di atas 30 tidak diperbolehkan masuk oleh sang sopir. Ia tidak rela busnya melebihi kuota penumpang sehingga mengancam keselamatan. Sehingga dengan wajah kecewa, mahasiswa yang tidak diperbolehkan masuk terpaksa harus mencari tumpangan lain yang akan membawanya ke Jatinangor.

Keberangkatan pertama bus gratis ITB atau Transnangor ini memang tepat pukul 06.30. Mahasiswa yang tidak mau kehabisan tempat duduk pasti rela datang lebih awal untuk memburu Transnangor ini dan sigap masuk antrean. Tujuan Transnangor pagi itu ke ITB Jatinangor. Semua mahasiswa ITB bisa menikmati fasilitas ini untuk menumpang pulang dan pergi dari Bandung ke Jatinangor. ITB memang memiliki dua bangunan kampus yang jaraknya cukup berjauhan. Kampus pertama terletak di Jalan Ganesa, Bandung sedangkan kampus yang kedua di Jalan Raya Sumedang-Bandung Jatinangor. Jarak kedua kampus tersebut 43 Kilometer jika melalui rute Jalan Tol Pasteur dan keluar Tol Cileunyi. Karena banyak mahasiswa yang sering ada kegiatan bolak-balik ke kedua kampus tersebut, seperti kelas kuliah, atau praktikum yang laboratoriumnya berada di kampus yang berbeda, sehingga ITB menyediakan fasilitas tumpangan gratis untuk mahasiswanya yang diberi nama Transnangor.

Sebuah bus kecil bermuatan 30 penumpang ini beroperasi dari hari Senin sampai Jumat. Jadwal keberangkatan dari ITB Ganesa pukul 6.30, 11.00, dan 17.00. sedangkan jadwal keberangkatan dari ITB Jatinangor pada pukul 7.45, 13.00, dan 18.30. Akan tetapi tidak mudah mengupayakan fasilitas ini. Dulu, beberapa mahasiswa ITB berusaha keras untuk mewujudkannya dan akhirnya berhasil.

Saat ini Transnangor dikelola oleh Direktorat Sarana dan Prasarana ITB. Dulunya Transnangor dikelola oleh enam orang dari unit kemahasiswaan Technopreneur ITB yang bekerjasama dengan Kabinet KM-ITB yang bernama Transnangor Official. “Transnangor ini pada awalnya salah satu proyek KM-ITB karena bentuk kepedulian kepada mahasiswa multikampus atau yang sering bolak-balik antara Bandung dan Jatinangor untuk kegiatan kuliahnya.” Papar Abdurrahman Adam, salah satu pengurus Transnangor dari Technopreneur yang saat ini kuliah di jurusan Rekayasa Hayati, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB angkatan 2014.

Mahasiswa yang akrab dipanggil Adam ini menceritakan, bahwa Transnangor beroperasi sejak tahun 2012 dan sudah tiga kali ganti kepengurusan. Rencana awalnya proyek Transnangor ini berbasis usaha atau komersial, sehingga bisa mendapatkan keuntungan juga. Maka Technopreneur bekerjasama dengan Koperasi Keluarga Pegawai (KKP) ITB untuk mengelola Transnangor. “KKP punya mobil elf, jadi dulu Transnangor itu pakai mobil elf. Sistemnya mahasiswa beli tiket dulu di KKP baru bisa naik Transnangor.” Jelas Adam. Akan tetapi setelah berjalan selama satu setengah tahun, KKP memutus kontrak kerjasamanya. Sehingga kepengerususan berikutnya mencari kendaraan yang bisa dijadikan Transnangor. Ternyata terdapat satu buah bus hibah milik ITB yang akhirnya menjadi kendaraan tetap Transnangor. Maka Transnangor bekerjasama dengan pool bus ITB.

Seiring perubahan kendaraan, sistem yang dibangun juga berubah. Asalnya berbasis komersial menjadi sebuah proyek sosial dan menggratiskan tumpangannya. Akibat perubahan ini, maka pengelola Transnangor mengkaji jumlah mahasiswa multikampus dan menyesuaikan jadwalnya untuk menetapkan jadwal keberangkatan bus. Kemudian menentukan tempat keberangkatan dan pemberhentian Transnangor ITB. Maka melakukan perjanjian dengan Direktorat Sarana dan Prasarana, dan Keamanan, Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan (K3L) untuk mendapatkan izin parkir di tempat keberangkatan dan pemberhentian Transnangor.

Selama satu periode kepengurusan, Transnangor menjadi proyek sosial dan mendapatkan dana dari Lembaga Kemahasiswaan (LK) ITB. Hanya saja dana yang diajukan ke LK mendapatkan beberapa kendala. Seperti dana yang turun tidak tepat waktu atau tidak sesuai dengan jumlah yang diajukan dalam proposal. Padahal Transnangor membutuhkan biaya tersebut untuk operasionalnya. Sehingga ketika berganti kepengurusan, proyek ini defisit dan menurunkan hutang padahal kepengurusan baru dan tidak ada dana sama sekali.

Maka Adam dan lima pengurus lainnya mengkaji ulang agar Transnangor tidak meminta dana dari LK. Tapi harus mendapatkan dana yang tetap. Maka berbagai usaha dikerahkan sampai mendapat kesempatan untuk bertemu dengan rektor ITB dan berdiskusi mengenai Transnangor. Hanya saja hasilnya kurang memuaskan, pihak rektorat menganggap bahwa kedua kampus ITB ini berdiri secara sendiri-sendiri sehingga fasilitas seperti Transnangor tidak harus dari pihak ITB bahkan kalau bisa ditiadakan. Karena sudah ada transportasi umum seperti DAMRI dan travel yang dapat digunakan.

Akan tetapi ke enam pengurus Transnangor ini menginginkan fasilitas tersebut tetap ada dan mendapatkan dana yang tetap juga berkelanjutan. Maka usaha yang lebih keras lagi dikerahkan, seperti melakukan advokasi, dan mencari dukungan dari pihak yang juga peduli memperjuangkan Transnangor. Bahkan mengumpulkan petisi dan membuka stand ketika acara Open House Unit di Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa (OSKM) ITB untuk mengumpulkan petisi. Petisi tersebut sebagai bentuk dukungan untuk memperjuangkan fasilitas Transnangor ini.

Kerja keras dan usaha pengurus Transnangor ini akhirnya membuahkan hasil. Mereka mendapatkan kesempatan bertemu dengan rektor kedua kalinya dan menyerahkan petisi yang sudah dikumpulkan. Pada akhirnya Transnangor mendapatkan dana tetap dari ITB dan dikelola oleh Direktorat Sarana dan Prasarana. Sehingga fasilitas ini berjalan sesuai jadwal dan tidak kekurangan dana lagi.

Tujuan sudah tercapai, masalah dana terselesaikan, tapi seperti kata pepatah tak ada gading yang tak retak. Maka masalah baru dari Transnangor muncul. Masalah timbul dari sikap penumpang yang tidak mau mengalah, sehingga rebutan untuk menaiki Transnangor. Bahkan sampai ada yang berkelahi dengan sopirnya. Akhirnya pengurus menerbitkan aturan harus mengantre dan menghitung sampai 30, setelah 30 orang maka tidak bisa menaiki Transnangor karena kapasitasnya hanya 30 orang. Aturan tersebut cukup menjadi penyelesaian masalah ini, tetapi muncul masalah baru yaitu ada penumpang yang menaruh tasnya dulu agar kebagian tempat duduk atau sistem tagging. Sehingga merugikan penumpang lain yang datang lebih awal. Maka pengurus Transnangor turun tangan lagi untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan menerbitkan aturan-aturan penumpang. Saat ini masalah yang timbul sekedar masalah teknis, seperti Transnangor telat karena ban bocor dan lain-lain.

Menurut Nurul Qoni’ah, mahasiswa Sekolah Bisnis Manajemen ITB, ia merasa sangat terbantu dengan adanya fasilitas Transnangor ini. Karena asrama tempat tinggalnya berada di Bandung dan seringkali ada kelas di kampus ITB Jatinangor. “Apalagi, Transnangor ini tepat waktu banget. Sopirnya disiplin banget jadi nggak merugikan sama sekali.” Perempuan yang biasa disapa Qoni ini rela datang lebih awal ketika kelas pagi, untuk mendapatkan antrean. Karena banyak keuntungan yang didapatkannya, salah satunya menghemat ongkos.

Hal menarik lainnya dari Transnangor ini ialah, bus tersebut hanya dikendarai oleh satu sopir, yaitu Pak Cahya. Laki-laki yang disiplin dan selalu tepat waktu. “Pernah ada temanku, dia hanya menyimpan tas di tempat duduk dan keluar bus karena ada keperluan. Tapi karena sudah jadwal keberangkatan bus, Pak Cahya tetap menjalankan busnya sesuai dengan jadwal. Dan temanku tertinggal di ITB tapi tas nya ikut bus.” Cerita Qoni sambil tertawa mengingat kejadian tersebut. Pak Cahya juga merupakan sosok yang tangguh karena mengendarai Transnangor enam kali pulang-pergi Bandung-Jatinangor setiap harinya.

Tidak mau kalah, baru-baru ini BEM Kema Universitas Padjadjaran meluncurkan sebuah fasilitas tumpangan gratis Jatinangor-Bandung yang diberi nama Shuttle Unpad. Seperti ITB, Unpad juga memiliki dua kampus, yang pertama ada di Jatinangor dan kedua di Jalan Dipatiukur, Bandung. Disediakannya fasilitas gratis ini untuk menunjang kegiatan mahasiswa yang  sering bolak-balik Jatinangor-Bandung.

Shuttle Unpad ini mulai beroperasi sejak Selasa, 4 April 2017 dan disambut dengan sukacita oleh sebagian besar mahasiswa Unpad. Rute perjalanan Shuttle Unpad ini melalui pintu Tol Cileunyi dan keluar pintu Tol Pasteur. Shuttle Unpad merupakan bentuk kerjasama antara Unpad dengan DAMRI. Saat ini biaya operasional Shuttle Unpad diperoleh dari Direktur Sarana dan Prasaran Unpad dan pengadaan fasilitas bus dari DAMRI. BEM Kema Unpad turut serta bertanggungjawab atas beroperasinya fasilitas yang bermanfaat ini. Khususnya Dewangga Dananjaya beserta timnya sebagai penanggung jawab Shuttle Unpad.

Adapun jadwal keberangkatan Shuttle Unpad ini dari Dipatiukur setiap Senin sampai Jumat pukul 06.00 dan 17.00. Sedangkan keberangkatan dari Jatinangor setiap Senin dan Selasa pukul 06.00 dan 16.00, setiap Rabu sampai Jumat pukul 13.00 dan 16.00. Setiap mahasiswa yang akan menumpang fasilitas ini harus memperlihatkan Kartu Tanda Mahasiswa kepada sopir bus. Titik antar dan jemput Shuttle Unpad ini berada di depan kampus Unpad Dipatiukur dan mengelilingi kampus Unpad Jatinangor, serta tidak diperbolehkan naik atau turun di tengah perjalanan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Buat Daftar Gambar/Tabel/Bagan Otomatis

Sebenernya memang sudah banyak yang tahu soal bagaimana buat daftar isi, daftar tabel, daftar gambar secara otomatis di file Microsoft Word. Tapi, gue ingin sharing saja dan siapa tahu bermnafaat. Biasanya per-daftar isi-an secara otomatis ini dipake buat di penulisan ilmiah seperti makalah, karya tulis, maupun skripsi. Karena biasanya tugas-tugas ngetik itulah yang banyak gambarnya, tabel, dan bagan. Tapi tidak menutup kemungkinan, daftar isi otomatis ini dipake dalam proses ketik file apapun. Jadi kita langsung ke step by step nya ya.

14 Tahun Medali Perak di Tangan (Alifa Rahmania Amanuloh)

Aku pernah punya cita-cita untuk jadi reporter. Maka aku pun sengaja join ekskul jurnalistik di sekolah. Seneng banget waktu ketua ngasih tugas buat wawancara pemenang medali perak bidang ekonomi di Olimpiade Sains Nasional 2013. Jadilah aku buat janji sama Alifa Rahmania Amanuloh sang peraih medali perak tersebut untuk wawancara atas nama Ath-Thullab (nama klub jurnalistik sekolah). Walaupun bisa dibilang umurnya masih cukup muda, yaitu 14 tahun tapi gadis berasal Manado ini memiliki otak yang kinclong untuk soal tentang perekonomian. Keren kan?!!. Dan kebetulan Alifa adalah teman sekelasku dan saudara asuhku. Jadi gampang deh buat bikin jadwal wawancara sama dia. Kira-kira beginilah hasil wawancaranya. Alifa waktu baru turun dari pesawat di bandara Jalaludin, Gorontalo