Anton
Sholihin
Pustakawan
yang Tak Paham Konsep Perpustakaan
Lahir : Bandung, 18
September 1968
Istri : Arumtyas
Santoso
Riwayat Pendidikan :
Universitas Padjadjaran Program Studi Ilmu Sejarah lulus tahun 1994
Anton
Sholihin (47) mendirikan perpustakaan kecil di halaman rumahnya sejak 1 April
1999. Perpustakaan yang yang terletak di Jalan Raya Jatinangor, Kabupaten
Sumedang ini dinamakan Perpustakaan Batu Api. Padahal sebenarnya Anton mengaku
tidak paham sama sekali teknis tentang perpustakaan. Ia hanya fokus
mendokumentasikan budaya popular melalui tiga hal, yaitu buku, musik, dan film.
“ Saya sebenarnya tidak mengerti teknis perpustakaan sampai saat ini. Tapi saya
sering bilang ke orang bahwa kegiatan ini adalah mendokumentasikan budaya populer
lewat buku, musik dan film. Kalau orang lain menganggap ini sebagai
perpustakaan, yah itu berarti
perkembangannya“ ujarnya dengan suara yang lembut.
Anton
sengaja membuka perpustakaan di Jatinangor selain karena ia tinggal di daerah
tersebut, juga karena ia merasa Jatinangor itu tempat yang strategis. Terdapat
empat perguruan tinggi, yang pastinya tempat seperti perpustakaan Batu Api
dibutuhkan oleh masyarakat sekitar kampus karena masyarakatnya dinamis. Setiap
lima tahun pasti masyarakatnya berganti, jadi koleksi buku yang ada di
perpustakaan ini akan berkesan selalu baru.
Luasnya
perpustakaan batu api tidak terlalu besar, sekitar ruangan berbentuk “L”
berukuran 5x7 meter persegi. Tetapi seluruh dinding dari ruangan tersebut
merupakan rak buku yang tentunya dipenuhi oleh buku-buku tentang sejarah,
kumpulan cerpen, novel, dan literature. Rak kayu tersebut menjulang sampai
mencapai atap ruangan. Tidak hanya mengoleksi buku, Anton juga mengoleksi
banyak kliping dan potongan Koran dari tahun 90-an yang disusun rapi ke dalam
map dan di tumpuk dekat pintu masuk. Ketika memasuki perpustakaan ini, akan
tercium bau khas dari buku-buku lama yang tentunya sangat nyaman dijadikan
tempat membaca.
Anggota
Perpustakaan Batu Api ini mencapai 9000 orang. Dari mulai anak kecil hingga
dewasa. Kemudian sekitar 20-30 orang yang mengunjungi perpustakaan tersebut
setiap harinya. Bahkan beberapa orang penting dan terkenal sempat berkunjung ke
perpustakaannya. Seperti Aiko Kurasawa, seorang sejarawan, pada hari Senin, 21
Maret 2016 lalu. Kemudian penulis Eka Kurniawan pada hari Rabu, 23 Maret 2016.
Juga Seniman Bandung, Rahmat Jabaril.
Setiap
minggu Anton menambah koleksi bukunya dengan belanja ke toko-toko buku seperti
Palasari, Balubur Town Squere (Baltos), Dewi Sartika, atau kadang ke luar kota.
Tetapi menurutnya, Bandung masih menjadi kota surga buku karena masih banyak
buku yang “aneh” di Bandung. Ia akan membeli dan mengoleksi buku atas dasar
tertarik dan melengkapi koleksinya. Sehingga, tidak akan ada buku tentang
hal-hal di luar kesenangannya. “Saya kalau beli buku, misalnya buku tentang
Haji. Wah, saya belum punya nih buku
tentang Haji yang ini. Nah, baru saya
beli. Makanya di sini nggak ada buku
tentang farmasi. Selain saya nggak suka, saya juga nggak ngerti ilmunya.” Papar
Anton.
Penulis
Favorit
Anton
Solihin mengidolakan Pramoedya Ananta Toer dan Para Priyayi. Ia mengaku bahwa
mengidolakan sastrawan tersebut karena karya-karyanya yang bagus. Menurut Anton
Para Priyayi adalah penulis yang sangat hebat. Sedangkan Pram, ia mengodalakannya
karena ia keras kepala. Pramoedya juga menjadi salah satu tokoh yang
menginspirasi kehidupan Anton.
Berangkat
dari kedua tokoh itu, Anton menjelaskan seperti apa sebenarnya penulis yang
baik. Menurutnya, penulis yang baik itu adalah yang melakukan riset yang benar
untuk bukunya. Bukan menargetkan produksi sebanyak mungkin. Jika produksi buku
banyak, artinya penulis tersebut melakukan riset hanya sebentar. Kalau yang
seperti itu lebih tepat disebut pedagang daripada penulis.
Anton
juga mengatakan bahwa penulis terbaik pada saat ini adalah Eka Kurniawan,
walaupun belum pernah membaca bukunya. Tapi ia yakin, beberapa tahun kedepan
Eka akan mendapatkan nobel untuk bukunya. Terbukti dengan keberhasilan Eka
menjadi nominasi dalam penghargaan Man Booker Prize 2016.
Selain
buku, yang ada di perpustakaan Batu Api ini, Anton mengoleksi musik dari jenis
yang berbeda. Ketika ditanya jenis musik yang paling disenangi, Anton tidak
menjawab spesifik. Tetapi ia mengoleksi musik karena tertarik dan menurutnya penting
untuk didokumentasikan. Selain itu, mendokumentasikan musik merupakan salah
satu apresiasi terhadap karya musik itu.
Kenapa
penting mendokumentasikan musik, karena menurut Anton, saat ini banyak orang
yang mengaku penggemar salah satu genre music tertentu, tapi ternyata musik
tersebut bukan termasuk ke dalam aliran yang dimaksudkan si penggemar. Sehingga
apresiasi terhadap music itu penting.
Koleksi
film milik Anton di perpustakaan Batu Api juga tidak kalah banyak. Film
tersebut tidak hanya film lokal, tapi film dari seluruh dunia. Sama halnya
seperti musik, ia merasa mengoleksi film itu penting untuk bentuk apresiasi.
Sehingga setiap Jumat malam, Anton memutar film di perpustakaannya. Filmnya pun
bukan film sembarangan, pernah ia memutarkan film dari Vietnam Utara dimana
negaranya sudah tidak ada, filmnya masih diputar.
Sebagai
pegiat literasi, Anton tidak berkeinginan untuk menulis buku. Karena menurutnya
tidak sanggup untuk menulis di tambah sekarang lagi jarang membaca. Karena untuk
menjadi penulis itu sangat sulit. Ia pernah mencoba untuk menulis di media,
ternyata di muat. Tapi tidak mengartikan ia sebagai penulis. Anton merasa cukup
untuk menjadi seorang kolektor buku.
Frankfrut
Book Fair 2015
Dinilai
sebagai pegiat literasi, Anton menjadi satu-satunya nonpenulis yang ikut ke
Frankfrut Book Fair 2016 di Jerman. Pada saati itu Indonesia menjadi Guest of
Honour di acara pameran buku terbesar di dunia. Dan Anton menjadi salah satu
rombongan dari Indonesia yang menghadiri acara tersebut.
Diundang
ke acara internasional seperti Frankfrut Book Fair memberikan kesan tersendiri
untuk Anton. Karena bisa bertemu dengan penulis-penulis hebat seperti Dewi
“Dee” Lestari, Andrea Hirata, NH Dini, dan lain-lain. “Suatu pengalaman yang
luar biasa bisa ikut ke acara itu, bersanding dengan penulis-penulis terkenal.”
Anton
juga menggambarkan suasana acara pameran tersebut, bisa tidak ada berhenti
untuk berkeliling menelusuri setiap sudut yang ada di pameran tersebut. “Bisa
nggak ada habis-habisnya kalau berkeliling. Pamerannya juga seluas Jatinangor”
ujarnya. Tapi sayangnya pameran itu menurut Anton tidak terlalu efektif.
Kegiatan yang dilakukan berupa persentasi, tapi yang menyaksikan persentasi
dari perwakilan Indonesia sedikit.
Saat
ini, selain mengelola perpustakaan kecilnya, Anton juga giat menyelenggarakan
kegiatan atau acara tentang bedah buku di berbagai tempat. Alasan lain Anton
senang mengumpulkan kliping-kliping berita di perpustakaannya karena selama ia
menjadi mahasiswa di jurusan Ilmu Sejarah, ia tidak suka mendapatkan materi
yang hanya dari buku dan tergantung dari silabus. Jadi ia merasa penting untuk
mengumpulkan kliping berita dari zaman dulu untuk bahan belajar mahasiswa yang
seperti dirinya.
Hepa aku baru baca blogmu... isinya keren-keren yaaa... bahasanya juga jurnalis banget... ihhhh... aku jadi iri, blog aku udah lumutan ngga pernah diupdate..
BalasHapusupdate lagi dong halimaaa... biar kita bisa sharing :))
Hapus