Pagi yang hangat menyelimuti kawasan kampus yang
terkenal dengan lambang gajahnya itu. Hari itu Sabtu, 8 April 2017 kampus ini
tidak pernah kehilangan keramaiannya. Institut Teknologi Bandung (ITB) yang
berada di Jalan Ganesa, Bandung itu tetap ramai, parkiran pun dipenuhi oleh
kendaraan motor maupun mobil. Ketika melewati gerbang utama, sebuah tenda yang
berdiri di Lapangan Campus Center Barat menarik perhatian. Sebuah tulisan besar
tergantung di salah satu sisi tenda tersebut, tulisannya “Wisata Kuliner
Melayu”.
Benar saja, setelah memasuki tenda ada
meja berjejer-jejer dan di atasnya terhidang segala jenis makanan khas Melayu. Ada
Mie Lendir, salah satu kuliner asli Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, ada juga
Roti Jala, yaitu makanan populer khas Melayu yang terbuat dari terigu, telur
dan garam, umumnya Roti Jala disantap bersama kuah kari ayam. Perpaduan rasa
pedas dari Roti Jala membuatnya populer. Selain itu terhidang juga Nasi Dagang
yaitu makanan khas Melayu Malaysia yang berupa nasi ditanak bersama santan
kelapa dan disajikan dengan ikan bumbu khas yang nikmat. Siapapun yang datang
ke tenda tersebut akan tergiur oleh makanan yang disajikan. Tidak hanya makanan
tersebut, masih banyak makanan dan minuman lainnya terhidang pada acara Wisata
Kuliner Pesta Pora Melayu 2017 itu.
Penyelenggara acara “Wisata Kuliner
Melayu” ini adalah Unit Kegiatan
Mahasiswa Riau (UKMR), yang di mana anggotanya adalah mahasiswa ITB yang
berasal dari Riau dan Kepulauan Riau. UKMR menyelenggarakan acara ini untuk
mengenalkan budaya kuliner lokal dari Melayu, selain itu untuk mengusir rasa
rindu para anggota akan makanan daerah tempat tinggalnya selama di tanah rantau
yaitu Kota Bandung.
“Acara ini juga untuk mengumpulkan dana.
Nanti akan menyelenggarakan acara selanjutnya yaitu pentas seni budaya,” ujar Aditio
Pangestu, ketua UKMR ITB. Mereka sengaja mengadakan acara-acara tersebut agar
komunitas mereka memiliki kegiatan dan membuat budaya mereka semakin dikenal.
Pemesanan makanan dibuka pada pukul
11.00 WIB, tapi beberapa pengunjung sudah ramai mengantre di depan meja
pembayaran. Jadi, sistem pemesanannya adalah pengunjung memilih makanan yang
akan di beli, kemudian bayar dimeja kasir sekaligus mendapatkan kupon yang
nantinya ditukar dengan makanan. Beberapa hari yang lalu, panitia membuka pesanan
lebih dulu atau Pre Order (PO)
melalui media sosial. Tanpa diduga, banyak yang memesan sampai beberapa makanan
tidak sempat dijual di acara “Wisata Kuliner Melayu” karena kehabisan.
Menjelang tengah hari, tenda tersebut
semakin ramai. Pada hari itu bertepatan juga dengan acara ITB Career Days yang
diselenggarakan di Aula Barat dan Aula Timur ITB. Sehingga banyak pengunjung
untuk santap makan siang di acara “Wisata Kuliner Melayu” ini. Harga yang
terjangkau menjadi daya tarik pengunjung juga, setiap makanan rata-rata dijual
dengan harga Rp17.000-Rp20.000, sedangkan minuman dijual dengan harga
Rp7.000-15.000. Sehingga pengunjung pun tidak hanya mahasiswa, akan tetapi
masyarakat umum dan beberapa keluarga ramai mengunjungi tenda ini.
“Saya tertarik ke sini karena
makanannya, sih. Saya asalnya dari
Jawa, tapi pernah nyobain makanan Melayu yang enak-enak. Jadi saya tertarik ke
sini,” ujar Afif, mahasiswa Sekolah Tinggi Elektronika dan Informatika. Selain Afif, ada beberapa
mahasiswa yang bukan berasal dari Riau atau Kepulauan Riau tapi dengan semangat
menyantap makanan khas Melayu tersebut. Seperti Fikri dan Isbram yang sengaja
datang karena di undang oleh temannya dan baru pertama kali mencicipi kuliner
Melayu.
Menurut mahasiswa yang biasa dipanggil
Tio itu, anggotanya mempersiapkan acara ini sudah dari lama. Terutama untuk
mempersiapkan dananya, mereka berjualan makanan untuk mengumpulkan dana.
Berjualan untuk sebuah acara sudah tidak asing di ITB ataupun di kampus lain,
hal tersebut biasa disebutnya danus atau
dana usaha. Kemudian mengadakan kerja sama dengan Paguyuban Ibu-ibu berasal Riau
dan Kepulauan Riau untuk memesan makanan yang akan dijadikan menu jualan di
“Wisata Kuliner Melayu”. Tio memasang target pengunjung mencapai 1000 orang,
akan tetapi baru pukul 13.00 saja, makanan yang dihidangkan sudah habis
terjual. Hal tersebut membuktikan bahwa budaya kuliner Melayu cukup digemari
oleh masyarakat luas.
Budaya Melayu semakin kental dirasakan
ketika beberapa anggota UKMR mengenakan pakaian adat Riau. Mereka juga bercakap
menggunakan bahasa dan dialek Melayu. Tendanya pun dihias dengan pernak-pernik
melayu, terdapat mading yang isinya foto-foto pentas seni budaya tahun
sebelumnya. Benar-benar terasa seolah-olah berada di tanah Melayu akan tetapi
nyatanya berada di tanah Pasundan.
Komentar
Posting Komentar