Sebanarnya
tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Termasuk menjadikan Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Internasional. Tapi segala hal harus dilihat dari sisi
realitasnya, jangan hanya mimpi atau angan-angan semata.
Berdasarkan
berita yang dimuat oleh Kompas
(9/10/2017), bahwa upaya untuk menjadikan Bahasa Indonesia jadi Bahasa
Internasional masih berlanjut. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)
sudah mencanangkan sejak beberapa tahun yang lalu bahwa Bahasa Indonesia akan
menjadi Bahasa Internasional, setara dengan Bahasa Inggris. Bahkan sudah ada
dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2009 pasal 44 ayat 1, “Peningkatan Fungsi
Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional secara bertahap, sistematis, dan
berkelanjutan.”
Kemdikbud
merencanakan beberapa cara untuk mewujudkannya. Seperti yang dikutip dari laman
resmi Kemdikbud, menurut Kepala
Pusat Pengembangan dan Pelindungan, Dr. Sugiyono ada tiga cara sebagai upaya
internasionalisasi Bahasa Indonesia. Pertama, meningkatkan jumlah kosakata.
Kedua, mengembangkan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) yang akan
menyertai pengujian di Indonesia. Ketiga, membawa Bahasa Indonesia ke luar
negeri.
Dari ketiga cara tersebut sudah dua hal yang
dilakukan oleh kemdikbud berdasarkan berita di Koran Kompas. Pertama, Bahasa
Indonesia sudah dilengkapi kamus, tata bahasa, dan Alat Uji Kemahiran Berbahasa
Indonesia (UKBI). Alat uji ini telah dibakukan untuk mengukur kemahiran
berbahasa seseorang tanpa melihat kapan dan di mana seseorang belajar bahasa
Indonesia, seperti halnya TOEFL dalam bahasa Inggris. Kedua, program pengiriman
guru Pegiat Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) ke luar negeri di lima
benua, hal ini dilakukan untuk membawa Bahasa Indonesia ke luar negeri.
Di bulan Oktober yang ditetapkan sebagai
bulan bahasa, dua hal tersebut bisa dibilang prestasi untuk Indonesia.
Membakukan UKBI dan mengirim lebih banyak guru BIPA ke luar negeri. Bisa
dibilang, ide dan upaya untuk menjadikan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Internasional adalah ide yang brilian. Tapi tidak kah Kemdikbud melihat
performa Bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat saat ini?
Sebagai masyarakat Indonesia, diwajibkan
mempelajari Bahasa Indonesia sejak jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai
Perguruan Tinggi. Selama 17 tahun mempelajari Bahasa Indonesia, tapi apakah
masyarakat sudah menggunakan bahasa yang baik dan benar? Saya sendiri masih
sering mengucapkan kalimat yang salah. Tapi ada satu kalimat yang saat ini
begitu populer di media sosial, yang sebenarnya kesalahan besar dalam
berbahasa. Kalimat tersebut adalah “Kids Zaman Now.”
Walaupun hanya populer di media sosial,
bahkan di media online tapi tetap
saja kalimat tersebut diciptakan dari masyarakat Indonesia. Masyarakat yang
sudah belajar Bahasa Indonesia sejak tingkat SD. Mungkin arti dari kalimat itu
adalah kelakukan anak zaman sekarang, tapi dalam dunia bahasa tidak ada
pencampuran bahasa. Hal ini mencerminkan, pemahaman Bahasa Indonesia yang masih
kurang di tengah masyarakat.
Mungkin orang-orang bisa berdalih, hanya
untuk keseruan semata, hanya untuk kesenangan, dan berbagai alasan lainnya.
Tapi tidak dengan mencampurkan bahasa pun bisa seru dan senang bukan? Jika
ingin menggunakan Bahasa Inggris untuk komentar di media sosial, ya gunakan
satu bahasa itu saja. Tidak perlu mencampurkan dengan Bahasa Indonesia.
Alangkah baiknya, Kemdikbud memerhatikan
fenomena kecil seperti ini. Lahirnya kalimat campuran tersebut akibat dari
kurangnya rasa bangga dan cintanya terhadap Bahasa Indonesia sendiri. Pencampuran
bahasa merupakan tindakan yang tidak menghormati bahasa. Artinya, masyarakat
Indonesia masih banyak yang tidak menghormati bahasanya sendiri.
Tapi saat ini, Kemdikbud justru sibuk dengan
segala upaya untuk menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional,
menyaingi Bahasa Inggris. Mungkin karena itulah lahir kalimat pencampuran
Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris? Kidz zaman now? Oh tentu saja tidak. Pada
intinya, masih sedikit masyarakat yang menghormati Bahasa Indonesia.
Janganlah dulu mengupayakan hal-hal di luar
lingkungan kita. Lebih baik, menyempurnakan dulu apa yang kita punya, baru
disebarkan ke luar lingkungan. Maksudnya, Kemdikbud bisa mengupayakan beberapa
kegiatan yang bertujuan untuk manambah pemahaman dalam berbahasa Indonesia bagi
masyarakat. Barulah kemudian mencanangkan program Bahasa Indonesia menjadi
Bahasa Internasional.
Melirik Sejarah
Lagipula tantangan
untuk menjadikan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Internasional sangat besar.
Bahasa Indonesia setidaknya harus menyaingi atau setara dengan Bahasa Inggris
kedudukannya. Berdasarkan catatan sejarah yang ditulis oleh Stuart Laycock
dalam buku berjudul “All Countries We’ve Ever Invaded: And The Few Never Got
Round To” bahwa dulu Inggris menjajah hampir 90 persen negara di dunia. Dari
sekitar 200 negara di dunia saat ini, hanya 22 negara yang sama sekali tak
pernah dijajah oleh Inggris, yaitu Guatemala, Tajikistan, dan Kepulauan
Marshall termasuk satu Negara Edopa Luksemburg. Dalam masa penjajahan tersebut
pastilah tertinggal kebudayaan dan adat serta bahasa dari Inggris di Negara
yang dijajahnya. Tidak heran jika pada akhirnya Bahasa Inggris menjadi bahasa
Internasional. Karena Bahasa tersebut memang sudah mendunia.
Akan sulit bagi Indonesia untuk menyaingi Bahasa Inggris untuk mendunia,
karena faktanya Indonesia pun sempat dijajah oleh Ingris selama lima tahun
(1811-1861). Sedangkan Indonesia tidak menjajah Negara manapun, malah dijajah
oleh Negara lain. Seharusnya jika hendak menduniakan Bahasa Indonesia, haruslah
menjadi Negara yang menguasai dunia dulu. Walaupun ada program pengiriman guru
BIPA ke luar negerim tapi tidak menjamin masyarakat luar negeri akan menerima
Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dalam rancah internasional. Berbeda
jika ketika masa penjajahan dulu, Inggris akan dengan mudahnya menerapkan
budaya dan bahasanya kepada Negara yang dijajah, karena Inggris adalah penguasa
Negara tersebut kala itu. Sehingga mau tidak mau, Negara yang terjajah harus
mengikuti dan tunduk terhadap ajaran Bahasa Inggris. Kemudian, bahasa tersebut
menjadi alat komunikasi pada masanya, terus diajarkan kepada generasi
selanjutnya sampai bisa ditetapkan sebagai Bahasa Internasional. Karena memang
banyak yang memahami bahasa tersebut.
Lagipula, program pengiriman guru BIPA ke luar negeri untuk mengenalkan
Bahasa Indonesia kepada dunia akan memakan waktu yang lama. Pengajaran Bahasa
tidak hanya menyangkut teori saja untuk dipahami. Tapi juga menyangkut
bagaimana bahasa itu digunakan dalam kegiatan sehari-hari.
Maka dari itu, lihatlah lagi. Seberapa penting menjadikan Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa Internasional. Padahal masih ada hal lain yang perlu
diperbaiki dalam dunia bahasa di tengah-tengah masyarakat sendiri. Penghormatan
kepada Bahasa Indonesia masih kurang didapatkan dari kalangan pribumi. Jangan
dulu mendunia, jika pada masyarakat sendiri masih banyak kekurangan.
NB: Telah diterbitkan dalam CNN Student Indonesia berikut link-nya (link)
Komentar
Posting Komentar